
Komisi A DPRD Soroti Kondisi Pendidikan di Kampung
Sekolah Kampung Masih Memprihatinkan
Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mengungkapkan keprihatinan terhadap kondisi pendidikan di kampung-kampung terpencil. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan ke beberapa wilayah pedalaman, mereka menemukan banyak sekolah yang jauh dari standar kelayakan. Misalnya, sejumlah sekolah dasar masih menggunakan bangunan kayu semi permanen yang rawan ambruk.
Fasilitas Dasar Tidak Memadai
Lebih lanjut, fasilitas dasar seperti toilet, perpustakaan, dan ruang belajar yang layak juga masih minim. Bahkan, sebagian besar sekolah tidak memiliki akses air bersih dan listrik yang stabil. Akibatnya, proses belajar-mengajar berlangsung dalam kondisi tidak nyaman. Beberapa siswa pun harus belajar dengan alat tulis seadanya dan duduk di kursi yang sudah rusak.
Beban Guru Sangat Berat
Tak hanya sarana, tenaga pengajar juga menjadi perhatian utama. Dalam banyak kasus, satu guru menangani dua hingga tiga kelas berbeda sekaligus karena kekurangan SDM. Hal ini tentu berdampak buruk pada kualitas pendidikan. Oleh karena itu, DPRD menilai bahwa ketimpangan ini sudah sangat mendesak untuk ditangani.
Ketimpangan Kota dan Kampung Kian Lebar
Menurut Ketua Komisi A, Andi Rahman, ketimpangan antara sekolah di kota dan di kampung makin mencolok. “Kami tidak ingin anak-anak di kampung merasa dianaktirikan. Mereka punya hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas,” ujarnya. Oleh sebab itu, Komisi A menuntut pemerintah daerah untuk segera bertindak.
Langkah Solutif dari Komisi A
Usulan Anggaran untuk Renovasi dan Sarana Belajar
Sebagai solusi awal, Komisi A mengusulkan penambahan anggaran dalam APBD Perubahan 2025. Anggaran ini diharapkan dapat digunakan untuk memperbaiki bangunan sekolah, membangun toilet, dan mengadakan fasilitas pendukung seperti meja, kursi, dan perangkat multimedia. Selain itu, sekolah juga akan dibantu untuk mendapatkan akses internet sebagai penunjang belajar digital.
Distribusi Guru Harus Diperhatikan
Selain infrastruktur, Komisi A juga menyoroti distribusi guru yang tidak merata. Mereka meminta Dinas Pendidikan meninjau ulang sistem penempatan guru, agar sekolah-sekolah di kampung tidak terus-menerus kekurangan tenaga pengajar. Di sisi lain, pelatihan rutin untuk guru-guru di daerah juga penting agar kualitas pengajaran tetap terjaga.
Dorongan untuk Dinas Pendidikan
Proses Birokrasi Perlu Dipercepat
Sayangnya, hingga saat ini, respons dari Dinas Pendidikan dinilai belum memadai. Banyak sekolah yang telah mengajukan permohonan bantuan sejak lama namun belum mendapat tanggapan. Oleh karena itu, Komisi A menekankan pentingnya mempercepat proses birokrasi agar solusi dapat segera diterapkan.
Komunikasi Antar Lembaga Harus Diperkuat
Agar program berjalan lancar, DPRD juga menyarankan adanya koordinasi lebih baik antara pemerintah daerah, sekolah, dan masyarakat. Dengan kolaborasi yang kuat, pembangunan pendidikan di kampung dapat dilaksanakan lebih efektif dan berkelanjutan.
Harapan Masyarakat: Pemerintah Tidak Hanya Janji
Suara dari Warga
Warga kampung yang ditemui tim DPRD menyatakan harapan besar terhadap kunjungan tersebut. “Kami berharap ini bukan cuma kunjungan seremonial,” ujar Sitti Amina, seorang orang tua murid dari Kampung Lapole. Ia juga berharap agar sekolah anak-anaknya mendapat perbaikan dalam waktu dekat.
Akses Digital dan Teknologi Diharapkan Hadir
Selain infrastruktur fisik, masyarakat juga berharap anak-anak mereka bisa mengakses teknologi pembelajaran seperti siswa di kota. Dengan hadirnya internet dan perangkat belajar digital, mereka percaya bahwa anak-anak di kampung juga bisa bersaing di masa depan.
Kesimpulan: Perlu Tindakan Nyata, Bukan Retorika
Komisi A DPRD berharap perhatian terhadap pendidikan kampung tidak berhenti pada retorika. Perlu komitmen nyata dari pemerintah daerah dan semua pihak terkait untuk mempercepat pemerataan pendidikan. Jika tidak segera ditangani, kesenjangan ini dikhawatirkan akan semakin melebar dan merugikan generasi penerus bangsa di wilayah terpencil.