Trump Ancam Tarif Baru 50 Persen untuk China, Pasar Saham Dunia Berguncang

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali meningkatkan ketegangan perdagangan global dengan mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen terhadap impor dari China. Ancaman ini muncul setelah China memberlakukan tarif balasan sebesar 34 persen terhadap produk AS, sebagai respons terhadap kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Trump sebelumnya.

Ancaman Tarif Tambahan

Trump menegaskan bahwa jika China tidak mencabut tarif 34 persen yang telah diterapkan pada produk AS, Amerika Serikat akan menambahkan tarif baru sebesar 50 persen. “Jika China tidak membatalkan kenaikan tarif sebesar 34 persen pada 8 April, saya akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen,” ujar Trump melalui akun media sosialnya.

Reaksi China

Pemerintah China menanggapi ancaman tersebut dengan tegas. Mereka menyatakan akan “bertarung sampai akhir” dan tidak akan bertekuk lutut pada tekanan AS. China menilai bahwa tindakan AS tersebut merupakan bentuk pemerasan dan tidak akan tunduk pada tekanan tersebut.

Dampak pada Pasar Saham Global

Kebijakan tarif Trump telah memicu gejolak di pasar saham global. Indeks-indeks utama di Eropa dan Asia mengalami penurunan tajam. Di Asia, pasar saham Jepang, Nikkei 225, turun lebih dari 8 persen, sementara indeks Hang Seng di Hong Kong anjlok 13,2 persen, penurunan harian terburuk sejak 1997.

Di Amerika Serikat, Wall Street juga terpukul. Dow Jones Industrial Average kehilangan lebih dari 1.100 poin, atau sekitar 3,77 persen. S&P 500 turun 3,94 persen, dan Nasdaq jatuh 4,17 persen.

Tanggapan Pemerintah dan Ekonom

Pemerintah AS mencoba meredakan kekhawatiran dengan menyatakan bahwa langkah-langkah tersebut diperlukan untuk menyeimbangkan ketidakseimbangan perdagangan. Namun, ekonom dan analis memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat memicu resesi global, meningkatkan inflasi, dan menekan laba perusahaan. Goldman Sachs bahkan menaikkan proyeksi resesi AS menjadi 45 persen.

Prospek Perundingan

Ketegangan ini menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan perundingan perdagangan antara AS dan China. Beberapa negara mitra AS telah meminta negosiasi untuk menghindari dampak negatif dari kebijakan tarif tersebut. Namun, dengan ancaman tarif tambahan dan sikap tegas dari kedua belah pihak, prospek penyelesaian damai tampak semakin sulit dicapai.